Khutbah Jumat Setelah Idul Adha: Menjaga Spirit Berkurban Dalam Keseharian (B. Indonesia)

Ilustrasi spirit berkurban
Ilustrasi spirit berkurban

Padahal, esensi ajaran beliau, terutama soal berkurban, memiliki makna yang luas dan bisa diterapkan dalam jangka waktu tak terbatas.

Jamaah Jumat Hadâkumullâh

Bacaan Lainnya

Seperti sering diceramahkan di panggung-panggung dakwah dan mimbar-mimbar khutbah, peristiwa hari raya kurban merujuk pada kisah diperintahkannya Nabi Ibrahim untuk menyembelih putra semata wayangnya, Ismail.

Bisa dibayangkan seandainya Nabi Ibrahim seperti ayah-ayah pada umumnya. Lebih cinta kepada Anak daripada cinta kepada Allah. Dan pasti lebih memilih menuruti keinginan anak daripada menuruti perintah Allah.

Tapi, Nabi Ibrahim bukan seperti ayah-ayah kebanyakan orang. Cintanya lebih besar kepada Allah Subhânahu Wa Ta‘âlâ daripada segalanya.

Melalui musyawarah dan persetujuan putranya yang tanpa paksaan, Nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah Allah, meski pada akhirnya ritual itu batal ditunaikan atas kehendak Allah SWT.

Larangan Allah terhadap penyembelihan darah manusia (Ismail) oleh Nabi Ibrahim membuktikan bahwa, perintah yang didapat dari mimpin tersebut hanya sebatas ujian. Terbukti, Nabi Ibrahim lulus dari ujian super berat, dan Ismail digantikan dengan domba yang besar.

Jamaah Rahimakumullah

Ada pesan menarik dalam kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya ini. Cerita tersebut menunjukkan bahwa tak ada harta paling sejati dan paling mahal dibanding ketundukan secara total kepada Allah Subhâahu Wa Taâlâ.

Nabi Ibrahim mampu meruntuhkan seluruh cara pandang hidup yang mengatakan kekayaan duniawi, termasuk anak, adalah hal yang paling utama. Dalam Al-Qur’an sendiri dikatakan:

   إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): Di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS at-Taghabun: 15)

Hadirin Rahimakumullah

BACA HALAMAN BERIKUTNYA..

Pos terkait