Pada bulan ini, kita semua faham, hampir-hampir seluruh dunia bergembira dengan dilahirkannya beliau Nabi Muhammad SAW, namun apa hikmah yang paling utama dibalik ini semua?
Ada satu hal yang bisa kita contoh dari Nabi Muhammad SAW dan kelak ini akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat. Apa itu? Yaitu mencontoh sifat pemaaf yang ada pada diri Rasulullah SAW. Allah ta’ala berfirman
خُذِ ٱلعَفوَ وَأمُر بِٱلعُرفِ وَأَعرِضعَنِ ٱلجَٰهِلِينَ
Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).
Jama’ah shalat Jum’at yang dirahmati Allah,
Boleh jadi egoisme kita sampai hari masih begitu tinggi, berat hati rasanya untuk memaafkan kesalahan saudara-saudara kita yang pernah menyakiti kita, pernah mendzolimi kita, pernah memfitnah kita, pernah mencaci maki kita, pernah mengambil hak kita, pernah menipu kita dan lain sebagainya.
Tapi hadirin, pernahkah kita menyadari bahwa enggan memaafkan berarti sama dengan kita melestarikan kebencian bahkan bukan hanya tiga hari, mungkin bisa tiga bulan atau tiga tahun bahkan bisa jadi ada yang tiga puluh tahun menyimpan benci.
Apakah kita yakin dengan membela hawa nafsu dan harga diri, bisa menjadi salah satu penduduk surga? Bagaimana amal ibadah kita yang masih menyimpan benci, bagaimana do’a kita yang masih memutuskan tali silaturrahim? Padahal dalam satu riwayat yang cukup panjang diceritakan:
Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang berkumpul dengan para sahabatnya, di tengah perbincangan dengan para sahabatnya, tiba-tiba Rasulullah SAW tertawa ringan sampai-sampai terlihat gigi beliau yang putih.
Umar ra yang berada di disitu, bertanya, “Demi engkau, ayah dan ibuku sebagai tebusannya, apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?”
Rasulullah SAW menjawab, “Aku diberitahu bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala mereka di hadapan Allah. Salah satunya mengadu kepada Allah sambil berkata, ‘Ya Rabb, ambilkan kebaikan orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim kepadaku’.
Allah SWT berfirman, “Bagaimana mungkin saudaramu ini bisa melakukan itu, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya?”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa-dosaku dipikul olehnya.”
Sampai di sini, mata Rasulullah SAW berkaca-kaca. Rasulullah tidak mampu menahan tetesan air matanya. Beliau menangis. Lalu, Rasulullah berkata, “Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, dimana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosa nya.”
Rasulullah SAW melanjutkan kisahnya. Lalu Allah berfirman kepada orang yang mengadu tadi, “Angkat kepalamu!”
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu ia berkata, “Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana sangat megah yang terbuat dari emas, dan di dalamnya terdapat singgasana yang terbuat dari emas dan perak bertatahkan berlian, intan dan permata. Istana-istana itu untuk Nabi yang mana, ya Rabb? Untuk orang jujur yang mana, ya Rabb? Untuk syuhada yang mana, ya Rabb?’
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..