Diceritakan bahwasannya ada seorang kyai yang sedang menguji ketaqwaan dan keimanan seluruh santrinya, kyai tersebut membuat sayembara kepada santri-santrinya : “siapa yang mampu menyembelih seekor burung tanpa diketahui oleh siapapun, maka akan memperoleh hadiah yang luar biasa”, kyai tersebut memberikan seekor, burung kepada masing-masing santrinya, ketika sayembara dimulai diantara santri ada yang menyembelih burung tersebut di dalam goa, ada yang di atas pohon, ada yang dibalik semak-semak dan di tempat yang sepi, mereka mempunyai inisiatif yang berbeda, ada satu santri yang kritis dan faham bahwasannya seseorang tidak akan mampu berbuat sesuatu tanpa diketahui siapapun dia sadar sebab Allah Maha Mengetahui :
إنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ
“Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (QS. Ali Imron : 119)
Akhirnya satu santri ini membiarkan burungnya tidak disembelih. Ketika sayembara telah selesai mereka berkumpul dan menjelaskan cara dan tempat mereka menyembelih, akhirnya satu santri yang tidak melaksanakan penyembelihan ditanya oleh kyai : “Wahai santri kenapa engkau tidak melaksanakan perintah sayembara padahal engkau ingin menjadi pemenangnya?”. Santri tersebut menjawab : “maaf kyai bukannya aku tidak patuh terhadap perintah panjenengan akan tetapi bagaimana mungkin aku dapat menyembelih seekor burung ini sementara Allah Maha Melihat atas segala perbuatan manusia di dunia baik perbuatan itu ditampakkan maupun dirahasiakan.” Akhirnya kyai membenarkan kepada santri ini dan memberikan hadiah sesuai yang telah dijanjikan.
Dari .kisah ini kita dapat mengambil kesimpulan, bahwasannya dikatakan orang muttaqin adalah orang yang senantiasa waspada dan berhati-hati dalam bertindak dan berucap sebab dia merasa Allah hadir dalam hidupnya sebagaimana al-Qur’an surat al-Hadid : [57] ayat 4 :
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hadid : [57] 4).
Dalam unsur taqwa ini muncul kesadaran, keikhlasan seseorang dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, kesadaran tersebut membangun prinsip bahwasannya hidup adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana tujuan Alloh menciptakan makhluk di bumi ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ
“Dan kami tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembahku” (QS. At-Thur : 56)
Jamaah jumah rahimakumullah..
Cara memperbaiki atau menjaga kualitas diri yang kedua yaitu
2. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan
Setiap manusia pernah melakukan kesalahan, keburukan, kejelekan baik disengaja maupun tidak disengaja, sebagaimana sabda Rasul :
كُلُّ بَنِي اَدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَاطِئِيْنَ اَلتَّوَّابُوْنَ. رواه إبن ماجه
“Setiap bani adam berbuat kesalahan dan sebaik-baik mereka yang membuat kesalahan itu ialah mereka yang mau bertaubat” (HR. Ibnu Majah).
Pemeluk agama Islam senantiasa dianjurkan melakukan kebaikan-kebaikan, dimana kebaikan-kebaikan itu mampu menghapuskan kejelekan-kejelekan baik menghapus dosanya maupun menghapus adanya perilaku keburukan, sebab keburukan tidak pantas kita pertahankan oleh manusia, keburukan menimbulkan kegalauan kecemasan sedangkan setiap manusia menginginkan ketenangan. Oleh karena Islam adalah agama yang senantiasa memberikan nasehat menuju kebaikan kepada pemeluknya sebagaimana sabda Nabi :
اَلدِّيْنُ اَلنَّصِيْحَةُ. قُلْنَا لِمَنْ : للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ. رواه مسلم
“Agama adalah nasehat kami bertanya : Untuk siapa? Untuk Alloh, kitabnya, Rasulnya, umat muslim secara keseluruhan” (HR. Muslim).
Dalam Islam kita dianjurkan berbuat baik, seperti dianjurkan sedekah, menyantuni anak yatim, dianjurkan memperbanyak istighfar, tasbih, takbir, tahlil, tahmid, menganjurkan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Hal ini seiring dengan peristiwa yang dialami para sahabat nabi Muhammad SAW, dimana mereka merasa iri hati terhadap orang-orang yang kaya sebab mereka orang kaya dengan mudah masuk surga dengan modal kekayaannya mampu bersedekah kepada oran lain, sedangkan sahabat yang miskin tidak mampu bersedakah akibat minimnya ekonomi mereka sehingga sahabat menyampaikan kepada Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah saw menjawab: bukankah Alloh telah memberikan kesempatan kepada kalian untuk bersedekah?
إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً وكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٍ بِمَعْرُوْفٍ صَدَقَةً وَنَهْيٍ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِى بُضْعِ اَحَدِكُمْ صَدَقَةً (رواه مسلم)
“Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, tiap-tiap memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan isterinya) adalah sedekah”
Jamaah jumah rahimakumullah..
Baca halamn berikutnya..