Sebagian dari tanda mabrurnya haji seseorang ada tiga.
Pertama, santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam).
Kedua, menebarkan kedamaian (ifsya’us salam).
Ketiga, memiliki kepedulian sosial yaitu mengenyangkan orang lapar (ith‘amut tha‘am)
Dari tiga ciri ini, bisa disimpulkan bahwa predikat mabrur yang diraih oleh seorang yang telah menjalankan ibadah haji sebenarnya tidak hanya memberikan dampak positif terhadap kehidupannnya, melainkan juga berdampak besar pada sisi sosial di lingkungannya.
Jama’ah sholat Jum’at yang dirahmati Allah,
Ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Al Mubarak, bahwa pada suatu masa setelah menyelesaikan ritual ibadah haji, Abdurrahman Abdullah bin Al Mubarak beristirahat dan tidur. Saat tidur, dia bermimpi melihat dua Malaikat turun dari langit dan mendengar percakapan mereka.
Salah satu Malaikat bertanya kepada yang lain, “Berapa banyak orang yang datang untuk berhaji tahun ini?”.
“Mereka adalah enam ratus ribu jamaah,” jawab Malaikat yang ditanya.
Lalu, Malaikat pertama bertanya lagi, “Berapa banyak dari mereka yang haji mereka diterima?”.
“Tidak ada satupun,” jawab Malaikat yang pertama.
Percakapan itu membuat Abdullah Al Mubarak merasa gemetar.
“Dalam mimpiku,” dia menangis, “Apakah semua orang ini datang dari tempat-tempat jauh dengan perjuangan dan kelelahan, melewati gurun pasir yang luas, hanya untuk semua usahanya menjadi sia-sia?”.
Sambil gemetar, dia terus mendengarkan percakapan kedua malaikat itu.
“Namun ada seseorang yang meskipun tidak berhaji, amal perbuatan hajinya diterima oleh Allah dan semua dosanya diampuni. Berkat dia, seluruh jamaah haji diterima oleh Allah.”
“Bagaimana bisa begitu?” tanya Malaikat pertama.
“Itu adalah kehendak Allah.”
“Siapa orang itu?” tanya Malaikat pertama lagi.
“Orang itu adalah Ali bin Al Muwaffaq, tukang sol sepatu di Kota Damaskus.”
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..