Khutbah Jumat Singkat: Pentingnya Menjaga Akhlak Dalam Bermasyarakat (B. Indonesia)

Ilustrasi Akhlak Mulia
Ilustrasi Akhlak Mulia

Hadits ini menerangkan tentang kewajiban seseorang untuk mempedulikan etika sosial. Nabi menyampaikan pesan tersebut setelah berseru agar manusia bertakwa kepada Allah di mana pun berada: di masjid, di sawah, di kantor, di trotoar, di pasar, di warung, di lembaga pendidikan, di forum dakwah, dan lain sebagainya. Ketakwaan yang isiqomah, tak pandang tempat maupun waktu.

Rasulullah juga berpesan dalam hadits itu untuk tidak membiarkan keburukan berlarut-larut, dengan menggantinya dengan perbuatan baik. Para ulama mengaitkan kalimat wa khâliqin nâsa bi khuluqin hasanin sebagai imbauan tentang pergaulan sosial yang baik, sesuai arti yang tersurat: berakhlaklah kepada masyarakat dengan akhlak yang baik.

Bacaan Lainnya

Perintah Nabi tersebut sekaligus menandakan bahwa manusia sesungguhnya potensial berbuat buruk kepada sesamanya. Karena memang sejatinya manusia punya dua kecenderungan akhlak, yakni mahmûdah (terpuji) dan madzmûmah (tercela).

Manusia berlaku tercela ketika nafsu lebih menguasai daripada hati nuraninya. Egoisme atau kepentingan untuk memuaskan diri sendiri atau golongan sering kali membuat kita lupa diri kepada hak-hak orang lain, meremehkan orang lain, memojokkan orang lain, bahkan mendzalimi orang lain. Bagaimana pengejawantahan husnul khuluq (akhlak yang baik) kepada masyarakat sebagaimana diperintahkan Rasulullah?

Jamaah yang Dirahmati Allah

Al-Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad mengatakan:

 وَحُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ أَلَّا تَحْمِل النَّاسَ عَلَى مُرَادِ نَفْسِكَ، بَلْ تَحْمِل نَفْسَكَ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفُوا الشَّرْعَ

Artinya: Husnul khuluq (berakhlak yang baik) kepada masyarakat adalah engkau tidak menuntut mereka sesuai kehendakmu, namun hendaknya engkau menyesuaikan dirimu sesuai kehendak mereka selama tidak bertentangan dengan syariat.

Inti dari definisi husnul khuluq menurut Imam al-Ghazali ini adalah penghargaan yang tinggi seseorang kepada kehendak masyarakat selama kehendak itu tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Tidak selalu pemahaman, kebiasaan, dan kebudayaan kita sejalan dengan pemahaman, kebiasaan, dan kebudayaan orang lain. Di sinilah pentingnya seseorang ‘mengorbankan’ egoisme diri untuk kehidupan yang harmonis di masyarakat.

BACA HALAMAN BERIKUTNYA..

Pos terkait