Hal ini pula yang dilakukan para ulama, santri, dan umat Islam bangsa ini ketika menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang pada masa lalu. Perjuangan mereka lakukan bersama berbagai elemen bangsa lain yang tidak hanya beda suku dan daerah tapi juga beda agama dan kepercayaan.
Tanah Air dan Agama tidak dapat dipisahkan. Al-Qur’an bahkan secara tersirat menyejajarkan posisi agama dan Tanah Air dalam surat Al-Mumtahanan ayat 8 sebagai berikut:
لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8)
Pakar ilmu tafsir, KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut memberi pesan bahwa Islam menyejajarkan antara agama dan Tanah Air. Oleh Al-Qur’an, keduanya dijadikan alasan untuk tetap berbuat baik dan berlaku adil.
Al-Qur’an memberi jaminan kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka. Tidak heran bila sejumlah ulama memunculkan jargon hubbul wathan minal iman (cinta Tanah Air sebagian dari iman).
Jamaah Rahimakumullah
Lalu, bagaimana cara kita mensyukuri kemerdekaan ini?
Salah satu yang bisa dilakukan dalam mengisi kemerdekaan yaitu dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Menjalankan syariat secara tenang adalah anugerah yang besar di tengah sebagian saudara-saudara kita di belahan dunia lain berjuang mencari kedamaian.
Umat Islam Indonesia harus mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada sang khaliq dan berbuat baik kepada sesama. Perlombaan yang paling bagus di momen ini adalah perlombaan menuju pribadi paling takwa karena di situlah kemuliaan dapat diraih.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..