Ayat tersebut diulang berkali-kali dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat yang sama, yakni surat Ar-Rahman. Pengulangan ini tentu bukan tanpa maksud.
Allah menantang kepada manusia untuk jujur dalam membaca dang menghitung kenikmatan yang telah Dia berikan. Bagaimana kita bisa bernapas, melihat dan mendengar serta bagaimana kita bisa merasakan dengan panca indera kita?
Dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu saja kita sudah tidak mampu menghitung berapa kenimatan yang terlibat di dalamnya. Maka barang siapa tidak bersyukur kepada Allah, sesungguhnya dia telah kufur atau mengingkari kenikmatan-kenikmatan yang telah diterimanya dari Allah SWT.
Hadirin Jumat yang Berbahagia
Ketiga, melalui aktivitas fisik
Aktivitas fisik atau perbuatan nyata terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik melibatkan orang lain atau hanya melibatkan diri sendiri. Yang terkait dengan orang lain misalnya seperti berbagi rejeki, ilmu pengetahuan, kegembiraan dan sebagainya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dalam hidup bermasyarakat, kita sering menerima udangan syukuran. Ini adalah contoh syukuran dalam bentuk perbuatan nyata dimana yang punya hajat berbagi rejeki kepada para tamu dengan memberikan jamuan makan dan minum.
Jamuan ini menjadi sedekah yang tentu saja bernilai pahala. Undangan-undangan semacam ini tentu memilki dasar yang kalau kita telusuri akan kita temukan dalam Al Qur’an, surat Adh-Dhuha, ayat 11:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Artinya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.
Perintah berbagi kenikmatan dengan orang lain dapat ditelusur salah satunya melalui ayat ini dengan maksud agar mereka juga ikut merasakan kebahagiaan yang kita rasakan. Ini sering disebut dengan tahadduts binni’mah.
Tentu saja tahadduts binni’mah ini baik. Hanya saja perlu diingatkan agar pelaksanaannya tidak berlebihan dan harus dilakukan dengan niat ikhlas. Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah tidak ada niat lain kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..