Indonesia merupakan salah satu negara dengan ribuan pulau, ratusan suku, adat maupun budaya. Oleh sebab itu tak heran jika Indonesia kaya akan budaya. Dan fakta membuktikan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara Islam masuk dengan ratusan budaya lokal yang telah ada? Inilah yang menjadi latar belakang pemilihan judul khutbah jumat NU yaitu Antara Islam dengan Budaya Lokal.
Para ulama atau para wali selalu gigih menyebarkan agama Islam dengan berbagai cara tanpa ada pertumpahan darah. Hal ini tidak lepas dari strategi dakwah yang dikombinasikan dengan kearifan/budaya lokal Indonesia.
Teks khutbah jumat singkat berikut ini ditulis oleh Ustadz Muhamad Abror, pengajar Ma’had Ali Pesantren As-Shiddiqiyah Kedoya dengan bahasa Indonesia.
Naskah khutbah tersedia versi PDF yang bisa didownload pada menu di akhir teks. Semoga bermanfaat..
Silahkan bergabung di grup Telegram untuk mendapatkan Materi Khutbah terbaru dari KHUTBAHSINGKAT.com dengan cara klik “Berlangganan” BERLANGGANAN atau https://t.me/khutbahjumatsingkat
MUKADIMAH KHUTBAH JUMAT PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَـمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ، وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Islam merupakan agama yang terbuka terhadap tradisi lokal. Artinya, di mana pun dan kapan pun, Islam selalu bisa menyesuaikan diri dengan tradisi yang ada. Islam menyadari bahwa antara satu bangsa dan bangsa lainnya tidak sama. Antara satu pulau dan pulau lainnya juga berbeda. Begitupun seterusnya. Keberagaman ini sudah menjadi sunnatulllah. Sejarawan Ibnu Khaldun dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah menjelaskan:
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..