Masuk Surga atau Neraka? Itu Hak Allah, Contoh Teks Khutbah Jumat NU PDF Paling Bagus Bahasa Indonesia

Ilustrasi mengkafirkan orang lain
Ilustrasi mengkafirkan orang lain

Teguran pertama pun terlontar. Seolah tak memberikan efek apa pun, perbuatan dosa tetap berlanjut dan sekali lagi tak luput dari pantauan si ahli ibadah. ‘Berhentilah!’ Sergahnya untuk kedua kali. Si pendosa lantas berucap: ‘Tinggalkan aku bersama Tuhanku. Apakah kau diutus untuk mengawasiku?’ Mungkin karena sangat kesal, lisan saudara yang rajin beribadah itu tiba-tiba mengeluarkan semacam kecaman:

   وَاللهِ لَا يَغْفِرُ اللهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ

Bacaan Lainnya

Artinya: Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu. Allah tidak akan memasukkanmu ke surga.

Kisah ini terekam sangat jelas dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad. Di bagian akhir, hadits tersebut memaparkan, tatkala masing-masing meninggal dunia, keduanya pun dikumpulkan di hadapan Allah. Kepada yang tekun beribadah, Allah mengatakan: Apakah kau telah mengetahui tentang-Ku? Apakah kau sudah memiliki kemampuan atas apa yang ada dalam genggaman-Ku?

Drama keduanya pun berlanjut dengan akhir yang mengejutkan. ‘Pergi dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku,’ kata Allah kepada si pendosa. Sementara kepada ahli ibadah, Allah mengatakan: (wahai malaikat) giringlah ia menuju neraka.

Jamaah Rahimakumullah

Cerita tersebut mengungkapkan fakta yang menarik dan beberapa pelajaran bagi kita semua. Ahli ibadah yang sering kita sebut sebagai ahli surga ternyata kasus dalam hadits itu justru sebaliknya. Sementara hamba lain yang terlihat sering melakukan dosa justru mendapat kenikmatan surga.

Mengapa bisa demikian? Karena nasib kehidupan akhirat sepenuhnya menjadi hak prerogatif Allah. Pada hakikatnya, manusia tak memiliki kewenangan untuk memvonis orang atau kelompok lain sebagai golongan kafir atau bukan, masuk neraka atau surga, dilaknat atau dirahmati. Tak ada alat ukur apa pun yang sanggup mendeteksi kualitas hati dan keimanan seseorang secara pasti.

Yang bisa kita cermati hanya tampilan lahiriahnya belaka. Soal kepastian hati, apalagi nasib kelak di akhirat tak seorang pun dari kita sanggup mendeteksi. Jika diamati, ahli ibadah dalam kisah hadits di atas terjerumus ke jurang neraka lantaran melakukan sejumlah kesalahan.

Karena ia lancang mengambil hak Allah dengan menghakimi bahwa saudaranya ‘tak mendapat ampunan Allah dan tidak akan masuk surga’. Mungkin ia berangkat dari niat baik, yakni hasrat memperbaiki perilaku saudaranya yang sering berbuat dosa. Namun ia ceroboh dengan bersikap selayak Tuhan: Menuding orang lain salah sembari memastikan balasan negatif yang bakal diterimanya.

Dalam konteks etika dakwah, si ahli ibadah sedang melakukan perbuatan di luar batas wewenangnya sebagai pengajak. Ia tak hanya menjadi dai (tukang ajak) tapi sekaligus hakim (tukang vonis). Padahal, Al-Qur’an mengingatkan:

BACA HALAMAN BERIKUTNYA..

Pos terkait