Ulama’-ulama’ Shufi mengingatkan kepada kita tentang bahayanya riya’:
هُوَ سُمٌّ قَاتِلٌ مُحْبِطٌ لِلْعَملِ (المنح السنية)
“Riya’ adalah racun pembunuh yang merusak pahala amal.”
Terkait dengan hal tersebut, maka berhati-hatilah dan beprilakulah dengan cerdas dalam bermedia sosial, seperti menggunakan WA, FB, Twitter, Instagram dll. agar kita tidak terjerumus pada prilaku riya’. Inilah salah satu pintu syetan memalingkan manusia dan menjauhkan mereka dari keikhlasan dalam beramal yang tidak kita sadari ketika update status di jejaring sosial.
Sering kita membaca atau bahkan kita mengupdate status:
“Alhmdulillah, sudah waktunya berbuka puasa sunnah”
“Akhirnya selesai juga tarawihnya”
“Jum’atan dulu ah”
“Senangnya berbagi dengan anak-anak yatim”
“Waktunya thowaf mengelilingi ka’bah”
“Alhmdulillah, bisa shalat di masjin Nabawi.”
Dan status yang miri-mirip lainnya
Sekilas memang tidak ada masalah dengan status-status tersebut. Namun apabila kita merenung lebih dalam, status-status tersebut berpotensi terjerumus pada prilaku riya’ yang akan menghapus pahala amal-amal tersebut.
Bisa jadi foto atau status yang kita update di jejaring sosial sebagai pintu masuk syetan menjerumuskan kita pada dosa yang tersembunyi/samar, yaitu penyakit hati yang menghapus pahala amal kita, yang lazim disebut dengan riya’.
Ma’asyirol muslimin, hafidlo kumulloh
Sebenarnya kita tidak dilarang atau diperbolehkan update status ibadah dengan niat:
Tahadduts bin-ni’mah (menampakkan nikmat Alloh pada diri kita)
Pembelajaran/pendorong orang lain agar meniru amalan baik yang kita kerjakan
Selamat dari riya’ (pamer amal)
Kerugian yang besar, apabila pahala amalan baik kita terhapus karena status yang kita update/unggah di medsos.
Alhasil, agar tidak menimbulkan kemudhorotan pada diri kita dan orang lain dalam bermedia sosial, alangkah baiknya kita lebih selektif lagi. Terutama tidak mengupdate status-status yang menggambarkan suatu ibadah.