Spirit haji juga harus diwujudkan dengan senantiasa menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat, termasuk dalam dunia kerja dan keluarga.
Haji harus menjadi momentum transformasi diri menuju kebaikan sejati dan abadi. Allah melalui Rasulullah telah menegaskan:
عن جابر أَنَّ النَبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال إِنَّ هَذَا البَيْتَ دِعَامَةٌ مِنْ دَعَائِمِ الإِسْلَامِ فَمَنْ حَجَّ البَيْتَ أَوْ اعْتَمَرَ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللهِ فَإِنْ مَاتَ أَدْخَلَهُ الجَنَّةَ وَإِنْ رَدَّهُ إِلَى أَهْلِهِ رَدَّهُ بِأَجْرٍ وَغَنِيْمَةٍ
Artinya: “Dari Jabir sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Sungguh Ka’bah ini merupakan salah satu tiang Islam. Siapa saja yang berhaji mengunjungi Ka‘bah atau berumrah, maka ia menjadi tanggungan Allah. Jika ia meninggal, maka Allah memasukkannya ke surga. Jika Allah mengembalikannya kepada keluarganya, niscaya Allah memulangkannya dengan pahala dan ghanimah,’” (HR At-Thabrani).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Idul Adha, dengan ibadah haji dan kurban di dalamnya, sejatinya bukan hanya perayaan sesaat. Dua ibadah tersebut merupakan titik tolak untuk pembaruan diri dan sosial.
Semangat ibadah kurban dan haji hendaknya tidak berhenti di hari Tasyrik, tetapi menjadi karakter yang melekat dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dengan begitu, kita tidak hanya memperingati pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, tetapi juga meneladani dan menghidupkannya dalam setiap aspek hidup.
Mari jadikan pasca-Idul Adha sebagai awal baru untuk terus bertumbuh dalam ketakwaan, keimanan, kemanusiaan, keadilan serta senantiasa istiqamah dalam ibadah.
Dengan istiqamah, insyaAllah akan membersamai kita para malaikat Allah. Firman Allah dalam Surat Fussilat ayat 30 menyebutkan:
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..