Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إنَّ المُؤْمِنَ إِذَا أذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِذَا تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَعْتَبَ صُقِلَ قَلبُهُ وَإِنْ زَادَ زادَتْ حَتَّى يُغْلَقَ قَلْبُهُ فَذَلِكَ الرّانُ الَّذِي قَالَ اللهُ تَعَالَى: كَلَّا بَلْ ۜرَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ (المطففين: ١٤)
Maknanya: “Sesungguhnya seorang mukmin jika ia berbuat dosa, ditorehkan noktah hitam di hatinya. Apabila ia bertaubat dan berhenti mengerjakan dosa, hatinya dibersihkan. Namun jika ia terus berbuat dosa maka noktah hitam itu juga bertambah sehingga ditutup hatinya. Itulah penutup hati yang difirmankan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka’.” (HR Ash-hab as-Sunan)
Dosa jika dilakukan terus-menerus maka pada akhirnya qalbu (hati) akan ditutup oleh Allah ta’ala. Jika qalbu sudah ditutup oleh Allah maka Allah akan menguncinya. Ketika itulah iman tidak akan menemukan jalan menuju qalbu, dan kufur tidak akan bisa lepas darinya, sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Muhammad bin Jarir ath-Thabari rahimahullah dalam Tafsir ath-Thabari.
Karenanya, tidak selayaknya seseorang mengabaikan taubat meskipun kemudian ia mengulang dosa kembali. Karena taubat adalah pembersih dosa dari hati. Jangan sekali-kali seseorang mengatakan, “Untuk apa aku bertaubat, aku telah bertaubat dari banyak dosa sebelumnya, tapi aku mengulangi lagi perbuatan dosa setelah menyesal dan bertaubat, taubatku tidak ada gunanya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاؤُوْنَ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ (رواه الترمذي)
Maknanya: “(Sebagian besar) anak Adam itu pelaku kesalahan, dan sebaik-baik pelaku kesalahan adalah mereka yang bertaubat” (HR at-Tirmidzi)
Hadirin Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Taubat hukumnya wajib dilakukan seketika begitu seseorang melakukan dosa, baik dosa besar maupun kecil. Janganlah kita meremehkan sebuah maksiat lalu kita lalui begitu saja tanpa taubat. Janganlah kita melihat besar kecilnya maksiat yang kita lakukan. Tapi hendaklah kita melihat kepada siapa kita bermaksiat. Sesungguhnya kita bermaksiat kepada Allah, Tuhan yang menciptakan kita dan menganugerahkan berbagai nikmat dan rezeki kepada kita.
Bersegeralah untuk bertaubat dari semua dosa dengan cara:
1. Meninggalkan dosa.
2. Menyesal karena kita tidak menjaga hak Allah yang telah menciptakan kita dan mengaruniakan banyak nikmat yang tidak terhitung, lalu kita gunakan nikmat-nikmat itu dalam berbuat maksiat kepada-Nya.
3. Bertekad bulat dalam hati untuk tidak mengulangi lagi maksiat yang kita lakukan sebelum ajal menjemput. Kita tidak pernah tahu kapan kita meninggalkan dunia yang sementara ini.
Allah ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ (التحريم: ٨)
Maknanya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” (QS at-Tahrim: 8)
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Jika maksiat yang kita lakukan berupa meninggalkan perkara yang fardhu seperti meninggalkan shalat lima waktu maka wajib kita qadha’. Dan jika maksiat kita berkaitan dengan hak sesama hamba maka diterimanya taubat kita disyaratkan harus mengembalikan hak-hak mereka dan melepaskan diri dari tanggungan terhadap mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ (رواه البخاري)
Maknanya: “Barang siapa yang memiliki tanggungan kezaliman kepada saudaranya maka hendaklah ia meminta kehalalan darinya karena sesungguhnya di akhirat dinar dan dirham tiada guna, sebelum diambil kebaikannya untuk diberikan kepada saudaranya. Jika ia tidak memiliki kebaikan maka diambil-lah dosa-dosa saudaranya lalu ditimpakan kepadanya” (HR al-Bukhari).
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..