Pada satu kesempatan, Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberikan cara kepada kita yang mudah dijadikan pedoman dalam kehidupan ini.
Pertama, apabila melihat atau bertemu dengan orang lain, maka posisikan dirikita lebih hina daripada orang lain. Meskipun kita ahli ibadah, rajin ibadah, rajin membaca Al Qur’an, sering bersedekah dan amal kebaikan lainnya. Kita harus punya prasangka “Orang lain pasti lebih banyak dan lebih rajin dalam menjalankan ibadah daripada saya.”
Yang kedua, jika kita melihat anak kecil maka kita harus mempunyai pikiran “Oh.. Anak ini lebih muda daripada saya. Pasti dosa dan kelakuan jeleknya lebih sedikiti daripada saya.” Sebaliknya, ketika melihat teman atau guru yang lebih tua maka kita berpikiran “Oh.. Orang tua ini tentu amal kebaikannya lebih banyak daripada saya,”.
Yang ketiga, saat bertemu dengan alim, ulama, orang yang ahli agama harus berpikiran “Oh.. Orang seperti ini pasti amalnya dilandasi dengan ilmu.” Begitu juga ketiga bertemu dengan orang yang tidak berilmu atau lebih bodoh daripada kita maka punya pikiran “Orang ini melakukan kesalahan pasti karena tidak mengerti, melakukan amal ibadah tidak dilandasi dengan ilmu yang seharusnya.”
Oleh karena itu, cara-cara inilah yang bisa bisa kita lakukan di sisa umur kita. Karena menilai diri sendiri lebih jelek daripada orang lain itu lebih baik daripada kita sendiri sombong dan takabbur terhadap orang lain.
Terakhir, Nabu Muhammad SAW bersabda:
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا، وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ (رواه أحمد)
Artinya: Orang cerdas dan sukses itu bisa menilai diri sendiri, beramal untuk setelah kematian. Dan yang dimaksud orang lebih yaitu yang menuruti hawa nafsunya dan terlalu banyak tuntutan kepada Allah SWT (HR Ahmad)
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..