Khutbah Jumat Bahasa Indonesia PDF Tentang Sifat Rasulallah Bukan Seorang Pendendam, Singkat Padat Penuh Makna

Ilustrasi Nabi Muhammad SAW
Ilustrasi Nabi Muhammad SAW

Hati Abu Sufyan menjerit menyaksikan keagungan akhlak Nabi Muhammad, musuh bebuyutannya. Ternyata orang yang paling ia benci selama ini adalah orang yang paling memahami suasana batinnya yang sedang diselimuti ketakutan. Pidato Nabi tak hanya membuatnya merasa aman tapi juga kembali terangkat derajatnya karena merasa “disejajarkan” dengan Masjidil Haram.

Abu Sufyan pun masuk Islam, disusul anggota keluarganya dan para pengikutnya yang lain. Bahkan, putranya, Muawiyah bin Abu Sufyan, beberapa saat kemudian diangkat oleh Nabi sebagai salah seorang pencatat wahyu. Peristiwa ini disebut dalam sejarah sebagai fathu makkah (pembebasan kota Makkah).

Bacaan Lainnya

Kekuatan politik yang mapan sama sekali tak menjadikan Rasulullah bertindak semena-mena. Padahal, bila mau, dengan kekuatan militer yang ada, Rasulullah bisa membinasakan mereka dalam waktu singkat.

Rasulullah sama sekali bukan pendendam. Justru dengan kenyataan inilah orang melihat keluhuran Islam sebagai agama yang beradab, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, selaras dengan misi Nabi Muhammad diutus, yakni sebagai penebar cinta bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Bila di pembukaan khutbah tadi disebut bahwa akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an maka sifat beliau memang mengamalkan sepenuh apa yang ada dalam Al-Qur’an:

 خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS al-A’râf:199)

Sungguh memaafkan bukan tanda kelemahan atau kekalahan. Sebab, maaf hanya bisa lahir dari jiwa yang besar. Seseorang yang pemaaf sejatinya tak hanya sedang menang telak atas musuh-musuhnya tapi juga sukses mengalahkan nafsu di dalam dadanya sendiri. Nafsu yang biasa mendorong manusia untuk meluapkan amarah, melampiaskan dendam, serta merasa paling tinggi dan merendahkan orang.

Dengan membuka pintu maaf yang demikian luas, Nabi justru hendak menunjukkan bahwa pembalas dendam justru tak akan memperoleh kemuliaan. Sesuai sabdanya:

 وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

Artinya: “Dan tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan. (HR Muslim)

Hadirin rahimakumullah..

BACA HALAMAN BERIKUTNYA..

Pos terkait