Secara sederhana dapat kita pahami bahwa beribadah kehadirat Allah itulah tujuan penciptaan kita. Maka marilah melihat kembali, sejauh ini apakah kita sudah berada dalam lingkup tujuan tersebut, sudahkah kita menjadikan getaran jiwa, pikiran, nafas, dan gerak tubuh hanya untuk beribadah pada-Nya.
Kalau belum, marilah kita pahami bahwa sesuatu yang keluar dari tujuan asal ia dibuat, maka sesuatu tersebut sedang merusak dirinya. Ibarat kapal yang seharusnya berlayar di lautan malah berjalan di jalan raya, atau lihatlah kereta api jika ia meloncat keluar dari rel yang telah ditentukan. Pasti hanya kerugian dan kesengsaraan yang kita dapatkan.
Lebih dalam dari itu hadirin yang dimulyakan Allah.
شهاب الدين محمود ابن عبدالله الحسيني الألوسي dalam kitabnya : روح المعاني في تفسير القرآن العظيم والسبع المثاني menafsirkan lafadz إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ dengan أي ليعرفون. Bahwa beribadah kehadirat Allah dalam surah az Zariyat tersebut dengan maksud adalah untuk bermakrifat, atau mengenal Allah sebagai Dzat Pencipta makhluk. Akan berbeda rasa dan maknanya ketika kita mengabdi kehadirat Allah didasari oleh makrifah dengan ibadah yang tidak disertai makrifah.
Oleh karena itu hadirin yang dimulyakan Allah.
Teruslah meningkatkan ketaqwaan kehadirat Allah diawali dengan bermakrifah kehadirat-Nya, Ibnu Atha’illah yang mengatakan bahwa makrifat itu bisa diartikan dengan mengetahui dan mengenal Allah melalui tanda kekuasaan-Nya yang berupa makhluk ciptaan-Nya.
Dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya kita bisa mengetahui akan keberadaan dan kekuasaan Allah SWT.
Akan sangat baik jika kita sebagai hamba Allah terus mengenal Pencipta kita, mengakrabi, mencintai dan mengabdi kehadirat-Nya secara kaffah, utuh menyeluruh zohiran dan batinan. Dan berharap Allah Yang memperkenalkan “diri”-Nya, dan hanya Dia yang Maha tahu tentang diri-Nya.
Hadirin yang dimulyakan Allah
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..