Ia tidak sadar bahwa ucapannya itu terbalik dan keliru. Seperti halnya orang yang sangat bahagia mendapatkan nikmat yang tidak disangka-sangka, terkadang orang lepas kendali diri dan melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang tanpa sadar
Nah, gambaran kebahagiaan yang tidak terkira itu, sampai-sampai lepas kendali mengucapkan perkataan yang sangat keliru saking bahagianya, itu belum seberapa bila dibandingkan dengan keridhaan Allah terhadap hamba-Nya yang mau bertaubat dari dosa-dosanya.
Demikian kisah ini terekam dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim yang dikutip oleh Imam An-Nawawi dalam kitab kumpulan haditsnya, Riyadhus Shalihin halaman 11.
Hadits kisah ini diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra, pelayan Rasulullah saw.
Secara substansial kisah ini juga terkonfirmasi dalam beberapa riwayat lainnya, sebagaimana dicantumkan Imam As-Suyuthi dalam Kitab Al-Jami’us Shaghir halaman 442.
Di antaranya adalah hadits berikut:
لَلَّهُ أفْرَحُ بتوبةِ التَّائبِ مِنَ الظَّمآنِ الواردِ ومنَ العقيمِ الوالِدِ، ومنَ الضَّالِّ الواجدِ فمَن تابَ إلى اللَّهِ توبةً نصوحًا أنسى اللَّهُ حافِظَيهِ وجوارحَهُ وبقاعَ الأرضِ كُلِّها ، خطاياهُ وذنوبَهُ
Artinya, “Sungguh Allah lebih bahagia dengan pertobatan orang yang bertobat dari dosanya daripada kebahagiaan orang yang sangat kehausan yang menemukan air untuk diminum, lebih bahagia daripada kebahagiaan perempuan mandul yang akhirnya melahirkan anak, dan lebih bahagia daripada orang yang kehilangan unta tunggangan lalu menemukan. Karenanya siapa saja yang bertaubat kepada Allah dengan tobat nasuha (taubat yang sebenar-benarnya), maka Allah buat dua malaikat penjaga yang menjaganya, anggota-anggota tubuhnya, dan seluruh permukaan bumi, menjadi lupa terhadap berbagai kesalahan dan dosa-dosanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Abbas bin Turkan Al-Hamdzani dalam Kitabut Taibin, dari Abul Jun dengan status sebagai hadist mursal. Imam As-Suyuthi menilainya sebagai hadits dha’if.
Maksud Allah lebih bahagia adalah Allah sangat ridha terhadap orang yang bertobat secara serius kepadanya. Sebab, rasa bahagia mustahil ada pada Allah swt.
Karena hakikat rasa bahagia sendiri adalah getaran atau guncangan yang dialami manusia pada dirinya saat mengalami kesuksesan mendapatkan sesuatu yang dapat menyempurnakan kekurangannya, yang dapat memenuhi kebutuhannya, atau menolak bahaya darinya.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..